5.11.2011

The Little Comedian: Review


Berawal dari dua majalah yang kubaca, keduanya terbit dalam waktu yang berdekatan, sama-sama meliput acara nonton bareng film The Little Comedian, dengan salah satu bintangnya adalah model iklan produk kecantikan P**ds. Karena penasaran, aku pun browsing di internet dan akhirnya menemukan link download film ini tapi tidak menemukan subtitle yang pas. Berbekal English subtitle yang agak “ngaco”, aku nekat menonton Thai movie ini.

***

Saat kita dilahirkan, kita tidak bisa memilih lahir di keluarga mana dan berstatus apa. Demikian pula dengan Tock, yang lahir dan dibesarkan di keluarga pelawak secara turun temurun, yaitu dari kakeknya dan sekarang dilanjutkan oleh ayahnya, sedangkan ibunya menjadi semacam manajer yang mengatur jadwal mereka manggung dan memutuskan akan menerima permintaan manggung atau tidak. Namun selama ini mereka manggung di restoran, dan bermimpi suatu saat akan tampil di televisi.
Sebagai anak pertama dan laki-laki, orangtua Tock pun mengharapkan kelak ia dapat meneruskan usaha ini, oleh karena itu Tock harus bisa melawak atau melucu. Ditambah lagi ayahnya pernah mengatakan bahwa dengan bisa melucu, maka Tock bisa membuat perempuan tertarik padanya karena perempuan itu menyukai pria dengan selera humor. Oleh karena itu ayahnya mulai mengajak Tock ikut manggung pada usia yang sangat muda, bahkan masih bisa dikatakan anak-anak. Ternyata pertunjukan perdana Tock mengecewakan karena tak satupun penonton tertawa dengan lelucon yang dilemparkan oleh Tock, yang terjadi malah Tock menciptakan keheningan di antara mereka…. Sejak saat itu Tock tak pernah ikut tampil lagi.
Meski gagal di panggung ayahnya, Tock tetap mencoba di pertunjukan sekolah. Lagi-lagi Tock gagal dan mendapat hukuman bersama dua orang temannya. Apalagi ketika Tock punya adik perempuan yang lebih pintar dan lebih lucu, semua orang bangga dengan adiknya, Moon.

Pada suatu hari terjadi insiden yang membuat Tock bertemu dokter yang cantik. Dan yang membuat Tock jatuh cinta adalah, dokter itu tertawa dengan lelucon Tock. Untuk kali pertama dalam hidupnya, ada orang yang tertawa dengan kata-kata Tock. Demi bertemu kembali dengan dokter itu, Tock mengkonsumsi makanan penyebab jerawat, dan meminjam uang tabungan adiknya untuk berobat ke klinik.
Singkat cerita, Tock tak mungkin menjadi pria dalam hidup dokter tersebut. Bukan hanya karena perbedaan umur yang sangat jauh, tetapi juga karena dokter tersebut sudah memiliki kekasih yang sedang menjalani studi di luar negeri. Sehingga yang bisa dilakukan oleh Tock adalah menjadi seorang hero bagi dokter itu.

***

Dengan membaca judulnya sudah terlihat bahwa film ini didominasi oleh komedi, walaupun ada beberapa adegan yang membuat sedih. Honestly, untuk lelucon mereka di panggung dengan subtitle yang mengenaskan, hal ini akan sulit dipahami maknanya, dan aku tidak menemukan letak kelucuannya. Sejauh pengamatanku, terkadang suatu lelucon juga dipengaruhi oleh faktor budaya. Jadi yang kualami itu kurasa wajar saja, selama masih bisa tertawa di adegan yang lain ;p
Ada beberapa hal yang ingin kusoroti dan mungkin bisa jadi semacam lesson learnt dari film ini:
  1. Film ini mengingatkanku dengan beberapa kesenian tradisional Jawa semacam ketoprak atau ludruk, yang pemainnya sudah sangat “biasa” untuk berperan sebagai wanita. Di film ini pun, ayah Tock beberapa kali terlihat berperan sebagai wanita, tidak hanya di panggung, tetapi juga di sekolah Tock saat menghadiri suatu acara karena ibu Tock sedang di RS melahirkan Moon, adiknya.
  2. Perkataan ayah Tock bahwa seorang pria harus bisa melucu dimaknai dengan dalam olehnya. Sehingga Tock berusaha keras untuk memenuhi harapan ayahnya itu dengan berbagai cara, karena ia merasa bahwa ia akan dicintai oleh ayahnya jika ia bisa melucu seperti adiknya. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar apapun harapan orangtua, harus tetap berhati-hati dengan perkataan, juga untuk tidak membandingkan anak yang satu dengan anak yang lain. Because it hurts..
  3. Untungnya di akhir cerita, ayah Tock menegaskan kembali bahwa perempuan itu menyukai family man, tak peduli apakah dia bisa melucu atau tidak.
  4. Betapa pentingnya komunikasi orangtua dan anak. Kadang anak mempersepsikan apa yang dikatakan orangtuanya berbeda dengan yang sebenarnya dimaksudkan. Tock merasa ayahnya lebih menyayangi Moon dan tidak pernah mempedulikannya. Tetapi ternyata ayahnya rela mengorbankan syuting perdananya di televisi demi mencari Tock semalaman, karena Tock pergi ke Bangkok tanpa pamit dengan memecah tabungan adiknya. Saat akhirnya mereka bertemu, ayahnya sangat marah dan membawa pemukul, bukan untuk memukuli Tock, tapi memukul kakinya sendiri…
  5. Hubungan Tock dengan Moon mengingatkanku pada aku dan kakakku, dinamika dua bersaudara laki-perempuan yang saling menyayangi dengan caranya sendiri.

Overall, film ini layak ditonton tidak hanya sebagai hiburan tapi juga dapat diambil pelajaran berharga darinya. Tidak hanya unik dari segi budaya, tetapi juga tema sosial yang diangkat.