2.29.2012

Puisi Lama Bersemi Kembali ;)

Walaupun bukan sebagai hobi, saya dulu sering menulis puisi. Akan tetapi hanya beberapa saja yang berhasil "diselamatkan" (baca: masih terdokumentasikan dengan baik), tiga di antaranya saya tuliskan kembali dalam blog ini :)


UNTITLED 1
Debu-debu pikiran berjejal di kepala
Berusaha mencari celah
Bergolak mendera tanpa jeda
Hadirkan sekelumit jengah…

Kutatap dengan getir
Guratan emosi yang menguras dahagaku
Lalu kubiarkan luruh dalam segenggam untaian kata tak bermakna…
(Lawang, 240703)


UNTITLED 2
Lelah ku dalam ketidakmengertian
Dan petikan dawai hati tak lagi suarakan merdunya…
Hanya nada sumbang yang menguak kalut berselimut jelaga
Memahat hampa di sudut ruang yang bisu…
(Lawang, 190703)


UNEXPECTED WORDS
Saat denting suara hati bertaut
Mencoba menemukan nada yang sama
Di antara derak jeritan yang menggema
Menggapai pucuk-pucuk rindu
Jauh tak terengkuh
Getaran gelora yang sama menyeruak
Menghantam tepian samudra hati yang kelu…
Tanyaku tanpa jawab,
Yang terdengar hanya helaan nafas daun-daun meranggas
Aku pun terhuyung lelah,
Kehilangan jejak…

Jalur 7 dan Pencopet

Kalau di tulisan yang sebelumnya saya menceritakan pengalaman saat naik bus Trans Jogja, kali ini saya akan menceritakan pengalaman saat naik bus Puskopkar jalur 7 yang lebih sering saya tumpangi daripada jalur lainnya. Bus ini tentunya berbeda dengan bus trans, tanpa AC dan tidak memakai shelter.
Ada beberapa pengalaman tak terlupakan ketika menumpangi bus ini. Sewaktu masih kuliah setiap hari pada semester 1, saya pernah turun bus dan sampai di kelas dalam keadaan ritsleting depan tas terbuka, tempat pensil saya dan segebok tisu raib! Berbekal pengalaman tersebut, setiap naik bus saya jadi lebih berhati-hati dan selalu menaruh ransel di depan dan waspada. Kenapa kejadian itu tidak dilaporkan, ya karena pihak berwajib “memaklumi” kalau bus tersebut memang sering dijadikan tempat beraksi oleh pencopet -_____-
Pengalaman berikutnya masih berkaitan dengan pencopet di bus jalur 7, kali ini saya jadi saksi mata. Sejak awal saya sudah menyadari, ada penumpang yang kelihatannya naik tanpa tujuan dan menyuruh salah seorang penumpang untuk pindah tempat duduk. Saya sudah merasakan hal ini sebagai sesuatu yang tidak wajar. Scene berikutnya saya lihat penumpang tanpa tujuan itu mengincar ransel penumpang lain yang duduk di depannya. Posisi saya serba salah. Ingin rasanya memberikan note ke calon korban tapi takut pencopetnya membawa senjata tajam dan mengancam saya. Lalu karena calon korban turun, pencopet ini pindah tempat duduk di belakang saya… saya pun jadi deg-degan dan memegang erat ransel di depan saya, memastikan ransel tersebut tidak akan tersentuh dari belakang saya. Selanjutnya dia pindah tempat duduk lagi mengincar 2 penumpang perempuan yang asik mengobrol, setelah mendapatkan “mangsa” ia pun langsung turun.
Berdasarkan pengalaman yang pertama, saya hampir saja menjadi korban, walaupun pada kenyataannya memang ada yang raib, saya masih bersyukur barang yang diambil bukan barang berharga. Namun dua teman kuliah saya pernah benar-benar menjadi korban di dalam bus jalur yang sama, teman yang satu kehilangan telepon selular dan yang lain kehilangan dompet.
Apakah supir bus menyadari hal ini? Jawabannya: Iya. Mereka tahu dan bisa membedakan mana pencopet dan mana penumpang sesungguhnya. Tetapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa sehingga kesannya seperti “membutakan” diri. Mereka hanya bisa mengingatkan penumpang tetapi tidak bisa melarang pencopet yang ikut menumpang tanpa bayar. Dan parahnya lagi, pencopet sudah dianggap sebagai suatu pekerjaan -_____-