5.15.2014

Pa to the Jeon a.k.a Pa-jeon

Pada suatu siang bolong ketika “jam bego” menyerang, saat stasiun TV macam HBO atau Fox ga menyajikan sesuatu yang menarik minat, begitu pula TV lokal yang isinya infotainment melulu, saat masih nanggung banget buat siesta ataupun nyiapin masakan untuk makan malam.. jari ini langsung mencet saluran TV Korea berbahasa Inggris (Arirang) daaaann….bikin ngecessss sodara-sodara! Gimana ga ngeces kalo ditayangin sejarah pajeon a.k.a Korean pancake beserta cara membuatnya. Tapi sayang karena lebih fokus sama sejarah dan macamnya, ga ada sesi khusus langkah-langkah pembuatannya.
Terus keinget ada blogger favorit (entah cocok apa ga disebut blogger), suami istri asli Kanada yang tinggal di Korea. Mereka pernah posting video tentang how to make pajeon. Mumpung ada koneksi internet yang kenceng, langsung browsing deh videonya. Setelah ditonton tampaknya gampang dan bahannya ada semua di dapur, kecuali bahan buat sausnya. Akhirnya kucoba bikin pajeon-nya aja tanpa saus. Agak tricky juga ternyata waktu menuangkan adonannya ke wajan, jadinya ga begitu rapi huhu… eh tapiii dengan bahan dan cara yang simpel gitu ternyata cukup enak, lumayan bikin ketagihan lho. Andai pake saus mungkin lebih endesss..
Ini dia penampakan hasil percobaan perdana bikin pajeon. Kapan-kapan mau bikin lagi pake saus ah, kalo udah nemu soy sauce yang halal, hehe….

mungkin penampakan kurang ok, tapi yg penting rasanya dong

Yang pengen iseng-iseng bikin pajeon sila cek videonya

Suatu ketika makan di resto fastfood Korea di Jogja, ada pajeon yg notabene menu baru di situ, iseng nyobain ternyata rasanya hampir sama kaya’ yang pernah kubikin, cuma punya resto itu lebih garing dan ada kejunya, yum!

Selamat mencoba!


3.23.2014

Green is Easy

"BUANGLAH SAMPAH PADA TEMPATNYA"


Siapa yang ga pernah menjumpai tulisan tersebut?
Kalau membaca sih aku yakin anak TK jaman sekarang pun bisa, tapi apakah semua orang benar-benar menerapkannya? Pada kenyataannya engga. Sama halnya orang yang merokok di tempat yang jelas-jelas terpampang tulisan DILARANG MEROKOK. Di socmed beberapa kali kubaca ada yang menemui orang membuang sampah dari jendela mobil mewahnya, dibuang di jalanan begitu saja. Jangankan di socmed ya, aku sendiri juga pernah menyaksikan penumpang mobil mewah yang membuang puntung rokok saat berhenti di traffic light, juga membuang sampah tisu di tikungan jalan protokol. Lalu perayaan tahun baru yang menyisakan banyak sampah di bundaran HI. Juga minimnya ketersediaan tempat sampah ketika ada kegiatan semacam “pasar senggol”. Kalau dilihat lagi, kasus yang pertama lebih mengarah pada perilaku penumpang mobil mewah yang kurang sesuai dengan atribut yang ia bawa, sedangkan kasus yang kedua melibatkan kurangnya sarana sekaligus kesadaran masyarakat untuk menahan diri membuang sampah begitu saja di lokasi kegiatan. Kalau soal sarana sih, tinggal nambah tempat sampah aja udah selesai masalah. Paling-paling kepentoknya masalah dana *teuteup*. Tapi kalau soal mental dan kelakuan, pengetahuan yang diperoleh dari edukasi aja ga cukup, mesti ada kesadaran diri untuk melakukannya. Sekalipun efek yang ditimbulkan dari perilaku tidak bertanggung jawab ini sudah langsung dirasakan (misalnya banjir yang melanda Jakarta), tidak serta merta bisa menghilangkan kebiasaan ini.
Oh ya, aku jadi teringat pernah membuat proposal sebagai tugas kuliah untuk menerapkan teori psikologi dalam lingkungan sehari-hari. Tema yang kupilih waktu itu tentang pengelolaan sampah yang ditujukan kepada anak SD supaya mereka sejak dini dapat belajar dari mengamati untuk mengenali dan memisahkan sampah berdasarkan jenisnya. Waktu bikin proposal itu sih dalam bayanganku dengan belajar sejak dini bisa membentuk perilaku mereka hingga dewasa. Tetapi melihat lagi kenyataan, dan berandai-andai ortu dari anak SD yg sudah belajar memisahkan sampah kemudian ortunya seperti penumpang mobil mewah di atas yang suka buang tisu dan punting rokok sembarangan, ah… sepertinya program itu akan sia-sia, mengingat anak kecil belajar dengan mengamati lingkungannya. Jadi kesimpulanku, hal semacam ini kembali ke kesadaran diri individunya.
Berikut ini aku share beberapa aksi hijau yang SUDAH kulakukan. Kalau yang SEBAIKNYA dilakukan kurasa sudah banyak dibahas di media manapun ya, tapi sekedar tahu saja tidak cukup, perlu tindakan nyata seperti di bawah ini:
  1. Bawa kantong belanjaan sendiri waktu ke minimarket/supermarket/hypermarket. Opsi lainnya kalau belanja bulanan yang biasanya segambreng itu, minta kasir untuk mengemasnya di kardus bekas air mineral atau mie instan, nantinya kardus ini bisa dimanfaatkan kembali di rumah, bisa juga dibawa ketika belanja bulanan berikutnya. Kalau boleh sebut merk, Carrefour Ambarukmo plasa sempat memberlakukan aturan bahwa mereka ga akan memberikan kantung plastik secara cuma-cuma, jadi konsumen punya opsi membawa kantung belanja sendiri atau membeli yang mereka sediakan di dekat kasir. Sayangnya peraturan ini ga berlangsung lama, mungkin terlalu ekstrim untuk masyarakat Indonesia yang “otomatis” mendapat kantung plastik secara gratis setelah belanja hahaha.. mungkin masyarakatnya juga yang belum siap dengan perubahan tersebut. Padahal bisa jadi contoh yang baik untuk swalayan lainnya kan… swalayan lain seperti Superindo memberikan semacam reward bagi konsumen yang membawa kantung belanja sendiri berupa stamp yang bila dikumpulkan bisa mendapat keuntungan tertentu, menurutku usaha ini cukup bagus kalau terus diberlakukan ga hanya saat ada promo. Pengalamanku di minimarket, kalau aku bilang ga usah pakai kantung plastik pasti responnya agak cengok trus ngeliatin aku dengan pandangan aneh, eyyy males banget ya.. beda ketika ke toko Gunung Agung Jakarta, aku nolak kantung plastik langsung diberi senyuman dan ucapan terima kasih. Juga waktu ke TBS Senayan City aku nolak paper bag karena lagi bawa tote bag, kasirnya keliatan happy banget sambil ngucapin terimakasih. Nah kalau feedback yang didapat positif seperti dua kasus terakhir ini pastinya konsumen mendapat penguatan untuk melakukannya lagi.
    kemana-mana sekarang bawa tote bag ini
  2. Memisahkan sampah sachet, digunting rapi terlebih dahulu (contoh: sachet bungkus kopi, deterjen, pewangi, pelicIn pakaian, bungkus mie instan). Dengan melakukan pemisahan yang rapi ini kita bisa membantu pengrajin barang daur ulang lho. Sebenarnya akan jauh lebih baik lagi kalau kita mengurangi konsumsi barang yang dikemas dalam sachet. Misalnya lebih memilih kopi tubruk dibanding kopi sachet, lebih memilih deterjen kemasan besar daripada sachet kecil. Bahkan dari yang pernah kubaca, sebaiknya kita membeli sabun cair atau minyak goreng dalam kemasan botol dibandingkan kemasan refill, karena botol ini nantinya akan dicacah lalu didaur ulang. Errrr tapi ada hal yang jadi “tantangan” untuk melakukan pemisahan sampah ini, yaitu pemulung. Udah capek-capek kita memisahkan sampah, eh sama pemulungnya diacak-acak, grrrr… kalau udah gini kayanya mending mengamankan sampah yang kita pisahkan sampai tukang angkut sampah datang.
    kapan di Indonesia begini? (pic from God's Gift-14Days)
    sachet kosong dikumpulin di plastik tersendiri
  3. Bawa botol minum sendiri. Sekarang banyak pilihan tumbler warna warni atau berbentuk lucu sebagai tempat minum, yang terpenting selalu lihat labelnya apakah tumbler tersebut memang aman untuk makanan dan minuman, bisa juga pilih yang BPA-free. Jika terpaksa beli air minum dalam kemasan, begitu habis langsung saja diremas. Hal ini dilakukan untuk menghindari kemasan tersebut dipakai ulang, karena pada dasarnya air minum dalam kemasan dirancang hanya untuk sekali pakai.
    crush it properly
  4. Kalau suka online shopping, pilih olshop dengan packaging yang ramah lingkungan seperti paper bag atau paper box dari bahan daur ulang. Biasanya olshop yang menggunakan paper bag ini harganya lebih mahal sih, tapi kalau untuk menyelamatkan lingkungan kurasa ga masalah.
  5. Beli bubur ayam bawa rantang/wadah sendiri, karena berdasarkan pengamatanku selama ini penjual bubur ayam memakai styrofoam sebagai wadah untuk take away. Padahal styrofoam tidak akan pernah bisa terurai, ditambah lagi bahan tersebut dapat mengeluarkan racun yang berbahaya bagi tubuh kita ketika terkena makanan panas. Aku memaklumi mereka memilih Styrofoam untuk menekan biaya, makanya harus kita yang sadar diri akan bahayanya bagi kesehatan dan lingkungan. 
mari saling mengingatkan (pic from Let's Eat)

(pic from Let's Eat)

Masih banyak hal yang bisa dilakukan untuk pengelolaan sampah ini, berhubung aku sendiri masih belajar jadi ya pelan-pelan menjadikannya sebagai kebiasaan. Mau share aksi hijau yang sudah kamu lakukan? Boleh banget komen di bawah.