Masih
segar dalam ingatan, menjelang hari H pernikahan kami dikelilingi oleh sejumlah
“nasihat” yang hmm… bikin serba salah. Kalau diturutin kok ya aneh, kalau ga diturutin
nanti dipersalahkan misalnya terjadi apa-apa.
Pertama,
soal hari baik. Dari jaman kakakku menikah tahun 2006 yang lalu, kedua orangtua
dan kakakku tidak “menganut” kepercayaan tentang hari baik. Mereka langsung
menentukan tanggal untuk akad nikah, resepsi, dan ngunduh mantu tanpa ba-bi-bu,
pokoknya tanggal sekian. Alhamdulillah semuanya berjalan dengan lancar.
Ternyata pada saat aku akan menikah, masih ada saudara yang menawarkan diri
untuk mencarikan hari baik bagi kami, padahal mereka tahu sendiri keluarga
intiku berpedoman bahwa semua hari adalah baik, karena Allah SWT yang
menciptakannya. Bukankah Allah itu sesuai dengan prasangka kita?
Kedua
soal pingitan. Tradisi pingitan ini entah dari mana asal muasalnya, yang aku
tahu beberapa orang berbeda-beda pendapatnya mengenai berapa hari calon pengantin
dipingit. Ada yang 40 hari, 30 hari, bahkan seminggu sebelum hari H. Setelah
sharing dengan salah satu teman dekat, ternyata dia sampai H-1 masih sibuk
mengurus tetek bengek bersama calon suaminya, dan toh ga kenapa-kenapa juga,
acara mereka tetap berjalan dengan lancar. Karena aku pun lebih banyak mengurus
ini-itu sendirian, jadi ketika acara di rumah dimulai Kamis, pada hari Senin
aku masih fitting baju untuk resepsi
hari Sabtunya. Sempat ngeri juga kalau denger cerita ada calon pengantin yang
pergi-pergi menjelang hari H terus mengalami kecelakaan :’( yah, intinya
banyak-banyak berdoa dan selalu berhati-hati, menjaga diri.
Ketiga
berhubungan dengan cuaca. Seminggu sebelum hari H pernikahanku memang cuacanya
ga bisa ditebak, kadang paginya cerah lalu siang tiba-tiba mendung, bahkan
sempat hujan. Lalu ada orang yang menyarankan supaya nanti ketika aku menjalani
rentetan acara tidak usah mandi dan keramas supaya ga hujan. Nah, apa
hubungannya coba? Ga masuk akal kan? Lagipula, apa tahan tuh keringetan terus
ga mandi, kasihan dong suamiku :D Mama juga pernah cerita kalau ada orang yang
percaya bahwa cara untuk menghalau hujan ketika mengadakan hajat adalah dengan
menaruh (maaf) celana dalam di atas tenda, ewwww....
Ujung-ujungnya,
kami mengembalikan semuanya ke pencipta dan penguasa alam semesta yaitu Allah
SWT. Mama menyarankan supaya kami sekeluarga membaca surat Al-Lahab setiap
selesai sholat fardhu, dan berdoa memohon diberikan kelancaran. Bagaimanapun
juga manusia tidak dapat melawan hukum alam. Kalau pada saat itu memang terjadi
hujan, ya kita hanya bisa berdoa agar sementara dijauhkan dulu dari hujan.
Alhamdulillah,
pelaksanaan semua acara dari awal hingga akhir berjalan dengan lancar, aku bisa
tetap mandi dan keramas seperti biasanya tanpa khawatir akan hujan, dan memang
terbukti cuaca cerah terus menerus pada waktu itu.
Mungkin kamu pernah punya
pengalaman dengan mitos seperti ini juga atau ada yang lain? Boleh di-share
lho.
Mitos di tempatku juga gitu Kuntii. Hihii. Biar dipawang kalo hujan mau turun ya turun aja dah!
BalasHapuslempar celdam ke genting. Tusuk cabe n bawang di sapu lidi tancem ke tanah
Hapus@khuma: yak tuuulll.. ada lho yg dah pake pawang tp malah ujan deresss
BalasHapus@lel: wah, yg kedua baru kali ini aku denger