"BUANGLAH
SAMPAH PADA TEMPATNYA"
Siapa
yang ga pernah menjumpai tulisan tersebut?
Kalau
membaca sih aku yakin anak TK jaman sekarang pun bisa, tapi apakah semua orang
benar-benar menerapkannya? Pada kenyataannya engga. Sama halnya orang yang merokok
di tempat yang jelas-jelas terpampang tulisan DILARANG MEROKOK. Di socmed
beberapa kali kubaca ada yang menemui orang membuang sampah dari jendela mobil
mewahnya, dibuang di jalanan begitu saja. Jangankan di socmed ya, aku sendiri
juga pernah menyaksikan penumpang mobil mewah yang membuang puntung rokok saat
berhenti di traffic light, juga membuang sampah tisu di tikungan jalan protokol.
Lalu perayaan tahun baru yang menyisakan banyak sampah di bundaran HI. Juga minimnya
ketersediaan tempat sampah ketika ada kegiatan semacam “pasar senggol”. Kalau
dilihat lagi, kasus yang pertama lebih mengarah pada perilaku penumpang mobil
mewah yang kurang sesuai dengan atribut yang ia bawa, sedangkan kasus yang
kedua melibatkan kurangnya sarana sekaligus kesadaran masyarakat untuk menahan
diri membuang sampah begitu saja di lokasi kegiatan. Kalau soal sarana sih,
tinggal nambah tempat sampah aja udah selesai masalah. Paling-paling
kepentoknya masalah dana *teuteup*. Tapi kalau soal mental dan kelakuan,
pengetahuan yang diperoleh dari edukasi aja ga cukup, mesti ada kesadaran diri
untuk melakukannya. Sekalipun efek yang ditimbulkan dari perilaku tidak
bertanggung jawab ini sudah langsung dirasakan (misalnya banjir yang melanda
Jakarta), tidak serta merta bisa menghilangkan kebiasaan ini.
Oh
ya, aku jadi teringat pernah membuat proposal sebagai tugas kuliah untuk
menerapkan teori psikologi dalam lingkungan sehari-hari. Tema yang kupilih
waktu itu tentang pengelolaan sampah yang ditujukan kepada anak SD supaya
mereka sejak dini dapat belajar dari mengamati untuk mengenali dan memisahkan
sampah berdasarkan jenisnya. Waktu bikin proposal itu sih dalam bayanganku
dengan belajar sejak dini bisa membentuk perilaku mereka hingga dewasa. Tetapi
melihat lagi kenyataan, dan berandai-andai ortu dari anak SD yg sudah belajar
memisahkan sampah kemudian ortunya seperti penumpang mobil mewah di atas yang
suka buang tisu dan punting rokok sembarangan, ah… sepertinya program itu akan
sia-sia, mengingat anak kecil belajar dengan mengamati lingkungannya. Jadi
kesimpulanku, hal semacam ini kembali ke kesadaran diri individunya.
Berikut
ini aku share beberapa aksi hijau yang SUDAH kulakukan. Kalau yang SEBAIKNYA
dilakukan kurasa sudah banyak dibahas di media manapun ya, tapi sekedar tahu saja tidak
cukup, perlu tindakan nyata seperti di bawah ini:
- Bawa
kantong belanjaan sendiri waktu ke minimarket/supermarket/hypermarket. Opsi
lainnya kalau belanja bulanan yang biasanya segambreng itu, minta kasir untuk
mengemasnya di kardus bekas air mineral atau mie instan, nantinya kardus ini
bisa dimanfaatkan kembali di rumah, bisa juga dibawa ketika belanja bulanan
berikutnya. Kalau boleh sebut merk, Carrefour Ambarukmo
plasa sempat memberlakukan aturan bahwa mereka ga akan memberikan kantung plastik
secara cuma-cuma, jadi konsumen punya opsi membawa kantung belanja sendiri atau
membeli yang mereka sediakan di dekat kasir. Sayangnya peraturan ini ga
berlangsung lama, mungkin terlalu ekstrim untuk masyarakat Indonesia yang
“otomatis” mendapat kantung plastik secara gratis setelah belanja hahaha.. mungkin masyarakatnya juga yang belum siap dengan perubahan tersebut. Padahal bisa jadi contoh yang baik untuk swalayan lainnya kan… swalayan lain seperti Superindo memberikan semacam reward bagi konsumen yang membawa kantung
belanja sendiri berupa stamp yang bila dikumpulkan bisa mendapat keuntungan
tertentu, menurutku usaha ini cukup bagus kalau terus diberlakukan ga hanya
saat ada promo. Pengalamanku di minimarket, kalau aku bilang ga usah pakai
kantung plastik pasti responnya agak cengok trus ngeliatin aku dengan pandangan
aneh, eyyy males banget ya.. beda ketika ke toko Gunung Agung Jakarta, aku
nolak kantung plastik langsung diberi senyuman dan ucapan terima kasih. Juga
waktu ke TBS Senayan City aku nolak paper bag karena lagi bawa tote bag,
kasirnya keliatan happy banget sambil ngucapin terimakasih. Nah kalau feedback
yang didapat positif seperti dua kasus terakhir ini pastinya konsumen mendapat penguatan
untuk melakukannya lagi.
kemana-mana sekarang bawa tote bag ini - Memisahkan
sampah sachet, digunting rapi terlebih dahulu (contoh: sachet bungkus kopi,
deterjen, pewangi, pelicIn pakaian, bungkus mie instan). Dengan melakukan
pemisahan yang rapi ini kita bisa membantu pengrajin barang daur ulang lho. Sebenarnya
akan jauh lebih baik lagi kalau kita mengurangi konsumsi barang yang dikemas
dalam sachet. Misalnya lebih memilih kopi tubruk dibanding kopi sachet, lebih
memilih deterjen kemasan besar daripada sachet kecil. Bahkan dari yang pernah
kubaca, sebaiknya kita membeli sabun cair atau minyak goreng dalam kemasan
botol dibandingkan kemasan refill, karena botol ini nantinya akan dicacah lalu
didaur ulang. Errrr tapi ada hal yang jadi “tantangan” untuk melakukan
pemisahan sampah ini, yaitu pemulung. Udah capek-capek kita memisahkan sampah,
eh sama pemulungnya diacak-acak, grrrr… kalau udah gini kayanya mending
mengamankan sampah yang kita pisahkan sampai tukang angkut sampah datang.
kapan di Indonesia begini? (pic from God's Gift-14Days) sachet kosong dikumpulin di plastik tersendiri - Bawa
botol minum sendiri. Sekarang banyak pilihan tumbler warna warni atau berbentuk
lucu sebagai tempat minum, yang terpenting selalu lihat labelnya apakah tumbler
tersebut memang aman untuk makanan dan minuman, bisa juga pilih yang BPA-free. Jika
terpaksa beli air minum dalam kemasan, begitu habis langsung saja diremas. Hal
ini dilakukan untuk menghindari kemasan tersebut dipakai ulang, karena pada
dasarnya air minum dalam kemasan dirancang hanya untuk sekali pakai.
crush it properly - Kalau suka online shopping, pilih olshop dengan packaging yang ramah lingkungan seperti paper bag atau paper box dari bahan daur ulang. Biasanya olshop yang menggunakan paper bag ini harganya lebih mahal sih, tapi kalau untuk menyelamatkan lingkungan kurasa ga masalah.
- Beli bubur ayam bawa rantang/wadah sendiri, karena berdasarkan pengamatanku selama ini penjual bubur ayam memakai styrofoam sebagai wadah untuk take away. Padahal styrofoam tidak akan pernah bisa terurai, ditambah lagi bahan tersebut dapat mengeluarkan racun yang berbahaya bagi tubuh kita ketika terkena makanan panas. Aku memaklumi mereka memilih Styrofoam untuk menekan biaya, makanya harus kita yang sadar diri akan bahayanya bagi kesehatan dan lingkungan.
(pic from Let's Eat) |
Masih banyak hal yang bisa dilakukan untuk pengelolaan sampah ini, berhubung aku sendiri masih belajar jadi ya pelan-pelan menjadikannya sebagai kebiasaan. Mau share aksi hijau yang sudah kamu lakukan? Boleh banget komen di bawah.
0 comments:
Posting Komentar