Apa cita-citamu?
Satu pertanyaan sederhana ini selalu membuatku flashback ke masa lalu, saat masih duduk di bangku SD, masa dimana aku dicekoki bahwa cita-cita atau profesi yang mulia adalah dokter. Tapi sejak masa itu sebenernya segala kegiatanku ga mendukung ke arah tersebut :p Seingatku, aku suka banget baca majalah dan berlangganan tiap minggunya (Bobo), sering pentas menari tradisional dan jadi murid yang paling cepet hapal gerakan-gerakannya, nyanyi dan ikut lomba paduan suara, sesekali membacakan dongeng untuk sepupuku waktu menginap di rumahnya, suka bantuin mama bikin kue sampai hapal resepnya di luar kepala dan hobi makan adonan mentah, tapi paling ga bisa yang namanya menggambar/melukis. Entah mengapa, momen yang justru selalu diingat mamaku adalah saat TK ada temen berbadan bongsor yang menangis, aku menghampirinya, memberikan sentuhan untuk menenangkannya dan memberikannya sebuah sapu tangan…
Salah satu hobi yang bertahan hingga sekarang adalah baca majalah, tentunya dengan beragam evolusi :p Kalau sudah berhadapan dengan majalah, suka lupa waktu dan ga bakal ngeh dengan sekitar. Saking cintanya sama majalah, majalah yang kupunya sejak TK-SD itu sebagian masih mulusss dengan isi halaman yang masih lengkap, hanya sedikit yang kugunting karena terpaksa untuk tugas kliping. Saking ekstrimnya cintaku sama majalah, aku paling sebel kalau majalah yang baru kubeli dibaca oleh orang lain dulu sebelum aku membacanya, bisa bete seharian, hahaha… saking banyaknya majalah yang dibaca, sampai bisa membedakan majalah mana yang orang-orang di belakanganya hi-educated dan smart :D
Pengalamanku dengan majalah ga berhenti sampai di situ. Waktu lulus kelas 6 SD puisiku dimuat di majalah Bobo, berujung dapet merchandise t-shirt dan pertama kalinya punya sahabat pena. Pada masa yang sama, aku sering baca majalah SMA punya kakakku dan membayangkan menjadi bagian darinya. Bangku SMA pun menungguku, ekskul jurnalistik pun jadi incaran untuk pertama kalinya, Bhawikarsu Press. Sempet pengen jadi jurnalis lho, hehehe… Hal yang paling berkesan adalah aku diminta mas T meliput pertandingan futsal di sekolah. Whaattt?? Aku bukan penggemar sepakbola/futsal gitu lho, trus gimana dong aku nulisnya?? Melihat tatapan mas T yang jahil, aku terima tantangan itu. Berkat usaha kerasku (terutama observasi, yang hingga sekarang jadi kelebihanku), tulisanku mendapat pujian dengan sedikit perbaikan. Fiuh.. leganya. Setahun berikutnya aku berhasil menduduki posisi Pemred dan Pinum. Walaupun majalahnya menuai caci maki di sekolah sendiri, hayoh aku tantangin ada yang bisa bikin lebih bagus ga? Toh di sekolah sebelah, majalah yang kupimpin dapet pujian :D
Gara-gara majalah pula, aku “banting setir” pengen kuliah Psikologi. Ortu ga langsung setuju sih, tapiii akhirnya dibolehin juga, alhamdulillah. Meskipun sudah setahun kuliah masih ada saudara yang bertanya, “ga kuliah kedokteran aja? Kan kamu pinter..” Helloo, emang kalau kuliah psikologi ga butuh pinter? Ckckck…
Memasuki bangku kuliah, semangat untuk menulis menguap entah kemana.. kemampuan menulisku jadi ga pernah terasah lagi. Dan seiring berjalannya waktu, aku pengen jadi psikolog dan punya tempat praktik sendiri, karena itu aku lanjut magister profesi deh..
Kehidupan yang kulalui hingga saat ini membuatku bersyukur, apalagi hasratku untuk menulis kembali muncul (terima kasih untuk seseorang di sana yang selalu memberi dorongan dan apresiasi). Terkait dengan hobi masa kecil, masih tersimpan impian punya tempat praktik yang ada semacam corner untuk klien mencicipi kue buatanku, hihihi… lucu kali ya, atau psikolog yang punya kerjaan sampingan jadi kontributor majalah, hmm… akan terwujud atau engga, biarkan alam semesta yang berbicara ^_^
*minjem judul lagunya Laruku :p
*minjem judul lagunya Laruku :p